Entri Populer

Rabu, 27 Juli 2011

khulu'


A.    PENDAHULUAN
Kehidupan suami istri hanya bisa tegak kalau ada dalam ketenangan, kasih sayang, pergaulan yang baik, dan masing-masing pihak menjalankan hak dan kewajibannya dengan baik. Tetapi adakalanya terjadi suami membenci istri atau istri membenci suami. Dalam keadaan seperti ini islam berpesan agar bersabar dan sanggup menahan diri dan menasehati dengan obat penawar yang dapat menghilangkan sebab-sebab timbulnya rasa kebencian.
Dan Islam memberikan solusi yang terbaik kepada kedua pasangan( suami- istri). Jika istri bermasalah maka solusinyan dengan Thalaq. Dan jika suami yang bermasalah maka solusinya dengan khulu’.
B.     DEFINISI
Khulu’ menurut etimologi  berasal dari kata خلع yang berarti melepaskan atau memisahkan.    خلع الرجل ثوبهPria itu melepaskan pakaian- Nya.”[1] Dan khulu’ di sebut juga Fidyah[2], Shulh[3], dan Mubara’ah[4].
Khulu’ menurut terminologi adalah akad yang di lakukan oleh suami istri untuk membebaskan istri dari pernikahannya, dengan syarat si istri membayarkan sejumlah harta ( atau maskawin yang dahulu diberikan ), lalu suami methalaqnya atau mengkhulu’nya. Juga berarti tebusan yang di berikan oleh istri kepada suami supaya mengkhulu’nya.[5]
C.    DALIL HUKUM
1.      Ijma’ ulama fiqh
2.      Firman Allah swt dalam surat Al- Baqarah ayat 229.
 “ Jika kamu khawatir bahwa keduanya (suami isteri) tidak dapat menjalankan hukum-hukum Allah, Maka tidak ada dosa atas keduanya tentang bayaran yang diberikan oleh isteri untuk menebus dirinya”.[6]
3.      Riwayat Ibnu Abbas ra.
Dari Ibnu Abbas ra. ia berkata: Istri Tsabit bin Qais bin Syammas datang kepada Rasulullah saw. lalu berkata, “ Ya Rasulullah, aku tidak membenci Tsabit (suami) bukan karena agamanya dan bukan (pula) karena perangainya (akhlaq), melainkan sesungguhnya aku khawatir kufur.” Kemudian Rasulullah bersabda: “ Maka maukah engkau mengembalikan kebun kepadanya ( maksudnya harta yang pernah dahulu di berikan) ? Jawabnya,” Ya (mau)” kemudian ia mengembalikannya kepadanya dan selanjutnya Rasulullah memerintahkan suaminya ( Tsabit) agar menceraikanya”( HR, Al- Bukhari dan Abu Daud ).[7]
Kata-kata “sesungguhnya aku khawatir kufur” maksudnya, tidak suka mendurhakai suami dan meninggalkan kewajiban akibat tidak cinta lagi terhadapnya.
Namun demikian, khulu’ baru boleh di lakukan apabila betul-betul ada alasan yang memaksa, seperti kalau suami itu cacat tubuhnya, buruk akhlaqnya, suka menyakiti istri dan tidak menunaikan kewajiban sebagai suami, atau dengan bersuamikan dia wanita itu khawatir lalai akan perintah Allah swt. Jadi kalau tidak ada alasan yang memaksa, hal itu tentu tidak di bolehkan.[8]
4.      Demi menghindari masalah bila terjadi ketidak cocokkan antara suami istri karena hal fisik, agama atau selainnya. Karena itu, semua ulama fiqh membolehkannya.


D.    KHULU’ TANPA ALASAN
Khulu’ hanya  di bolehkan kalau ada alasan yang benar . seperti: suami cacat badan, buruk akhlaqnya, tidak menberi nafkah lahir batin, dan tidak memenuhi kewajiban terhadap istrinya,  sedangkan istri khawatir akan melanggar hukum Allah. Dalam keadaan seperti ini maka istri tidak wajib memenuhi hak suami.Maka jika tidak ada alasan yang benar, maka tidak di pebolehkan oleh syariah.
Sebagaimana hadis yang di riwayatkan oleh Ibnu Majah dan Tirmidzi:  Dari Tsauban ra. bahwa Rasulullah saw bersabda: “ Setiap wanita yang minta Thalaq kepada suaminya tanpa alasan yang di benarkan agama, maka haram baginya menciumsemerbak (wanginya) surga.” ( HR. Ibnu Majah dan Tirmidzi).
Dari tsauban ra. dari Rasulullah saw bersabda: “Wanita-wanita yang melakukan khulu’ adalah wanita-wanita munafiq( HR. Tirmidzi).[9]
E.     IDDAH PEREMPUAN YANG DI KHULU’
Menurut pendapat pendapat Utsman, Ibnu Abbas dan riwayat yang paling shahih dari Ahmad bin Hambal, dan juga endapat Ishaq bin Rahawaih, bahwa perempuan yang di Khulu’ iddah- Nya satu kali Haid. Sebagaimana hadis Tsabit, beliau bersabda kepadanya:
menjawab: Baik, lalu Rasulullah saw menyuruh istri Tsabit beriddah dengan satu kali haid dan di “Ambillah miliknya  (Istri Tsabit) untuk mu (tsabit) dan mudahkanlah urusannya, lalu ia kembalikan kepada keluarganya” (HR. Nasa’i).[10] 
F.     SIGHAH KHULU’
a)      Jumhur ulama membolehkan sighah khulu’ di ucapkan dengan kata jelas atau kiasan, seperti khulu’ atau fasakh sepertiبارئتك  ( Aku melepaskan- Mu) dan suami berkata kepada istrinya بعتك نفسي بكذا  “Aku menjual diri- Ku dengan sekian”  lalu istri berkata اشتريت  “ Aku membeli- Mu”
Atau suami berkata demikian  اشتريت طلاقك بكذا   “Belilah thalaq- Mu dengan sekian”  lalu Istri berkata  قبلت  “Aku terima”
Khulu tidak syah bila di lakukan secara Mu’athah ( serah terima), yaitu dengan cara istri memberikan tebusan kepada suami dan berpisah tanpa keduanya mengucapkan sighah apapun.
b)      Imammiyah berpendapat bahwa khulu’ tidak syah bila menggunakan kata kiasan. Mereka hanya mensyahkan sighah dengan kata khulu’ dan thalaq, keduanya bisa di ucapkan sekaligus atau salah satu dari keduanya. Misalnya : Istri berkata
بذلت كذا لتطلقني  “Aku serahkan sekian demi engkau menthalaq- Ku” lalu suami berkata:  خعلتك على ذلك  فأنت طالق”aku mengkhulu’_Mu atas hal itu maka kamu tercerai”[11]

G.    KHULU TERMASUK  FASAKH ATAU THALAQ
Jumhur ulama berpendapat bahwa khulu’ itu termasuk thalaq ba’in. Kenapa tetap di sebut thalaq, alasannya karena khulu’ tetap berupa lafazh ( ucapan) yang hanya di miliki oleh suami. Kalau di sebut fasakh, tentu tidak boleh meminta selain shadaqah (maskawin). Padahal dalam khulu’ suami boleh meminta harta apa saja (sedikit atau banyak) baik dari maskawin atau selainnya. Dengan demikian jelaslah bahwa kulu’ itu tetap thalaq bukan fasakh.
Ibnu Abbas berpendapat : bahwa khulu itu fasakh bukan thalaq.[12]
H.    KHULU’ BOLEH WAKTU SUCI DAN HAID
Khulu’ waktu suci dan haid di perbolehkan, karena tidak ada ikatan waktu dan tidak ada keterangan dalam Al- Qur’an yang menetapkan waktunya secara khusus. Sebagaimana firman Allah dalam surat Al- Baqarah: 229.
“Maka tidak ada dosa atas keduanya tentang bayaran yang diberikan oleh isteri untuk menebus dirinya” ( Al- Baqarah: 229).

Rasulullah saw juga tidak menetapkan waktu khusus sehubungan dengan khulu’ istri Tsabit bin Qais. Rasulullah juga tidak bertnya dan membicarakan keadaan isrtinya (tsabit). Imam Syafi’I berkata: “tidak adanya pertanyaan terperinci tentang keadan tesebut, padahal hal seperti ini bisa menimbulkan berbagai tafsiran, berarti menunjukkan sifat yang umum.[13]


[1] Muhammad Ibrahim Jannati, Fiqh Perbandingan Lima Madzhab. Penerjemah Ibnu Alwi Bafaqih. ( Jakarta: Cahaya, 2007) jil. 3 hal. 560.
[2] Pemberian sebagian besar
[3] Pemberian sebagiannya
[4] Istri menggugurkan hak yang di miliki daru suami. Ibnu Rusyd, Bidayatul Mujtahid. Penerjemah Fathur Rakhman. (Jakarta: Pustaka Azzam, 2007) hal. 133.
[5] M. Abdul Mujieb dkk, Kamus Istilah Fiqh. ( Jakarta: Pustaka Firdaus, 1994). Hal. 163.
[6] Ayat Inilah yang menjadi dasar hukum khulu' dan penerimaan 'iwadh. Kulu' Yaitu permintaan cerai kepada suami dengan pembayaran yang disebut 'iwadh.
[7] Abdul ‘Azhim bin Badawi Al- Khalafi,  Al- Wajiz. Penerjemah Ma’ruf Abdul Jalil. ( Jakarta: Pustaka Al- Sunnah, 2006) hal. 639.
[8] Ibrahim Muhammad Al- Jamal, Fiqh Wanita. Penerjemah Anshori Umar Sitanggal. (Semarang: Asy- Syifa’, 1981) hal. 433
[9] Abdul ‘Azhim bin Badawi Al- Khalafi. Hal. 638
[10] Sayid Sabiq. Hal. 111
[11] Muhammad Ibrahim Jannati, hal. 569-570
[12] Ibrahim Muhammad Al- Jamal. Hal. 434
[13] Sayid Sabiq, Fiqh Al- Sunnah. Penerjemah Dr. M. Thalib. ( Bandung: Al- Ma’arif, 1990) jil. 8 Hal. 104

Tidak ada komentar:

Posting Komentar